Terkoneksi Dengan Bumi, Beri Aksi Nyata Walau Hanya 60 Menit

Administrator 30 Maret 2019 17:16:08 WIB

Memasuki bulan Maret, warga dunia bersiap menyambut sebuah gerakan kampanye global yang bertujuan untuk menyampaikan pesan dalam rangka mengatasi perubahan iklim. Kampanye yang dikenal dengan nama EARTH HOUR ini dilakukan setiap Sabtu terakhir di bulan Maret pada pukul 20.30-21.30 (waktu setempat). Tahun ini, EARTH HOUR dilakukan pada Sabtu (19/03) mendatang. Selama satu jam, di saat yang bersamaan, publik dengan sadar dan antusias bergabung mematikan lampu dan alat listrik yang tidak mereka gunakan dan selanjutnya menjadi sebuah gaya hidup.

 

Kampanye global ini diinisiasi oleh WWF dan telah melibatkan banyak pihak di beberapa negara. Pada tahun 2013, sebanyak 2,3 juta orang telah ikut berpartisipasi mematikan peralatan listrik yang tak terpakai selama satu jam.

 

EARTH HOUR di Indonesia

Di Indonesia, EARTH HOUR diawali pada tahun 2009 hanya di Jakarta. Tema yang diusung adalah “Pilih Bumi Selamat atau Bumi Sekarat?”. Pada tahun berikutnya, 2010, tema “Ubah Dunia Dalam 1 Jam” diangkat supaya mata publik terbuka bahwa dukungan individu pun dapat berkontribusi pada perubahan dunia.

 

EARTH HOUR tak hanya sekadar kampanye untuk mematikan lampu. Karena itulah, pada tahun 2011, tema “Setelah 1 Jam Dijadikan Gaya Hidup”disertai dengan perubahan logo “60+”  diharapkan mampu mengajak publik untuk menjadikannya sebagai gaya hidup setiap hari. Setelah menjadi gaya hidup, partisipasi publik makin ditingkatkan dengan ajakan untuk melakukan aksi positif bagi lingkungan melalui pesan “Ini Aksiku! Mana Aksimu?” yang diusung oleh  EARTH HOUR 2012 sampai dengan 2015. Berbagai aksi ramah lingkungan pun bermunculan, seperti hemat energi (menggunakan listrik seperlunya saat di rumah dan tempat kerja), transportasi publik (beralih atau lebih sering menggunakan transportasi publik untuk mengurangi beban kendaraan pribadi), mengurangi sampah plastik (membawa tas belanja pakai ulang, membawa botol minum sendiri), dan mengurangi pemakaian kertas.

 

Aksi kecil tapi nyata

Keunikan yang juga merupakan kekuatan EARTH HOUR terletak pada aksi kecil tapi nyata yang dilakukan oleh banyak pihak. Selain dengan cara mematikan lampu serta peralatan listrik yang tak terpakai dan menjadikannya sebagai gaya hidup, aksi nyata lainnya adalah dengan memberikan dukungan dana untuk program-program konservasi yang diusung pada EARTH HOUR. Melalui crowdfunding, banyak pihak bisa mendonasikan uangnya secara patungan (mengumpulkan uang) untuk mendanai program konservasi hutan dan laut yang sedang digarap oleh komunitas penggiat EARTH HOUR di berbagai daerah.

 

Gerakan EARTH HOUR saat ini sudah menjadi milik publik. Mulai dari individu, komunitas, hingga korporasi turut berkomitmen mendukung EARTH HOUR. Tahun 2015 yang lalu, IndoRunners, sebuah komunitas penyebar 'virus' lari di Indonesia melakukan aksi berlari demi alam yang lestari. Melalui “7-7-7: 7 Regions, 7 K, 7 Causes”, mereka mengajak publik peduli dan berdonasi untuk lingkungan hidup.

 

Suarakan aksi melalui media sosial

Kampanye EARTH HOUR akan semakin berdampak bila makin banyak pihak bergabung dan berkomitmen melakukannya. Mari tularkan virus cinta lingkungan kepada banyak orang. Manfaatkanlah kekuatan media sosial untuk membantu menyelamatkan alam. Pada EARTH HOUR tahun ini, berikanlah cahaya bagi aksi untuk mengatasi dampak perubahan iklim melalui kekuatan media sosial yang kita miliki. Salah satunya adalah dengan mendonasikan akun media sosial untuk menyuarakan kepedulian dan aksi untuk Bumi.

 

Are you ready for EARTH HOUR Indonesia? Ini AKSIKU, mana AKSIMU?

 Memasuki bulan Maret, warga dunia bersiap menyambut sebuah gerakan kampanye global yang bertujuan untuk menyampaikan pesan dalam rangka mengatasi perubahan iklim. Kampanye yang dikenal dengan nama EARTH HOUR ini dilakukan setiap Sabtu terakhir di bulan Maret pada pukul 20.30-21.30 (waktu setempat). Tahun ini, EARTH HOUR dilakukan pada Sabtu (19/03) mendatang. Selama satu jam, di saat yang bersamaan, publik dengan sadar dan antusias bergabung mematikan lampu dan alat listrik yang tidak mereka gunakan dan selanjutnya menjadi sebuah gaya hidup.

 

Kampanye global ini diinisiasi oleh WWF dan telah melibatkan banyak pihak di beberapa negara. Pada tahun 2013, sebanyak 2,3 juta orang telah ikut berpartisipasi mematikan peralatan listrik yang tak terpakai selama satu jam.

 

EARTH HOUR di Indonesia

Di Indonesia, EARTH HOUR diawali pada tahun 2009 hanya di Jakarta. Tema yang diusung adalah “Pilih Bumi Selamat atau Bumi Sekarat?”. Pada tahun berikutnya, 2010, tema “Ubah Dunia Dalam 1 Jam” diangkat supaya mata publik terbuka bahwa dukungan individu pun dapat berkontribusi pada perubahan dunia.

 

EARTH HOUR tak hanya sekadar kampanye untuk mematikan lampu. Karena itulah, pada tahun 2011, tema “Setelah 1 Jam Dijadikan Gaya Hidup” disertai dengan perubahan logo “60+” diharapkan mampu mengajak publik untuk menjadikannya sebagai gaya hidup setiap hari. Setelah menjadi gaya hidup, partisipasi publik makin ditingkatkan dengan ajakan untuk melakukan aksi positif bagi lingkungan melalui pesan “Ini Aksiku! Mana Aksimu?” yang diusung oleh EARTH HOUR 2012 sampai dengan 2015. Berbagai aksi ramah lingkungan pun bermunculan, seperti hemat energi (menggunakan listrik seperlunya saat di rumah dan tempat kerja), transportasi publik (beralih atau lebih sering menggunakan transportasi publik untuk mengurangi beban kendaraan pribadi), mengurangi sampah plastik (membawa tas belanja pakai ulang, membawa botol minum sendiri), dan mengurangi pemakaian kertas.

 

Aksi kecil tapi nyata

Keunikan yang juga merupakan kekuatan EARTH HOUR terletak pada aksi kecil tapi nyata yang dilakukan oleh banyak pihak. Selain dengan cara mematikan lampu serta peralatan listrik yang tak terpakai dan menjadikannya sebagai gaya hidup, aksi nyata lainnya adalah dengan memberikan dukungan dana untuk program-program konservasi yang diusung pada EARTH HOUR. Melalui crowdfunding, banyak pihak bisa mendonasikan uangnya secara patungan (mengumpulkan uang) untuk mendanai program konservasi hutan dan laut yang sedang digarap oleh komunitas penggiat EARTH HOUR di berbagai daerah.

 

Gerakan EARTH HOUR saat ini sudah menjadi milik publik. Mulai dari individu, komunitas, hingga korporasi turut berkomitmen mendukung EARTH HOUR. Tahun 2015 yang lalu, IndoRunners, sebuah komunitas penyebar 'virus' lari di Indonesia melakukan aksi berlari demi alam yang lestari. Melalui “7-7-7: 7 Regions, 7 K, 7 Causes”, mereka mengajak publik peduli dan berdonasi untuk lingkungan hidup.

 

Suarakan aksi melalui media sosial

Kampanye EARTH HOUR akan semakin berdampak bila makin banyak pihak bergabung dan berkomitmen melakukannya. Mari tularkan virus cinta lingkungan kepada banyak orang. Manfaatkanlah kekuatan media sosial untuk membantu menyelamatkan alam. Pada EARTH HOUR tahun ini, berikanlah cahaya bagi aksi untuk mengatasi dampak perubahan iklim melalui kekuatan media sosial yang kita miliki. Salah satunya adalah dengan mendonasikan akun media sosial untuk menyuarakan kepedulian dan aksi untuk Bumi.

 

Are you ready for EARTH HOUR Indonesia? Ini AKSIKU, mana AKSIMU?

 Sumber : WWF Indonesia, gambar : bizvantage 360 Malaysia

 

Komentar atas Terkoneksi Dengan Bumi, Beri Aksi Nyata Walau Hanya 60 Menit

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
Isikan kode Captcha di atas
 

Open Data Pronangkis

Open Data Gender

Open Data for Gender Inclusive Development

Cari artikel

Pengumuman

Selamat Tahun Baru 2022

Scan Lewat Smartphone

qr code

GPR Kominfo

Tanggal dan Waktu Sekarang

Waktu di DI Yogyakarta:

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah Pengunjung

Website desa ini berbasis Aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) Berdaya yang diprakarsai dan dikembangkan oleh Combine Resource Institution sejak 2009 dengan merujuk pada Lisensi SID Berdaya. Isi website ini berada di bawah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International (CC BY-NC-ND 4.0) License